Baru- baru ini kita dihebohkan dengan sebuah kejadian di daerah Malang Jawa Timur, yang sangat menarik perhatian seluruh masyarakat Indonesia namun kejadian ini bukan sebuah kecelakaan antara kendaraan, bukan perampokan dan bukan pula kejadian bocah ajaib yang bisa menyembuhkan segala penyakit, namun lebih tepatnya ditemukannya 41 Tuyul yang bebas berkeliaran di Gedung parlemen daerah Malang, Jawa Timur dan mengambil uang rakyat dengan santai dan bebas berkeliaran selama 3 tahun tanpa ketahuan. Namun sebagaimana pepatah mengatakan sepintar-pintarnya tupai melompat pasti akan jatuh juga ( Kira-kira begitu bunyi pepatahnya ) 41 Tuyul yang ditemukan lalu ditangkap segera oleh dukun ahli yang biasa kita sebut KPK dan saat ini statusnya telah dijadikan tersangka.
Paragraph diatas adalah sebuah ilustrasi kejadian yang benar-benar terjadi di dunia nyata namun diperankan oleh pemeran pengganti( Tuyul ), sebuah cerita yang sangat menarik dan jika dijadikan buku mungkin bisa jadi Best Seller. Beralih dari pembahasan tuyul yang saya kemukakan tadi, itu hanyalah sebuah sindiran kepada elit-elit wakil rakyat yang merasa dirinya hebat dan kuat( kebal hukum), yang terbiasa hidup dengan kemewahan yang sebenarnya bukan milik mereka. Kemewahan yang mereka dapatkan sudah mendarah daging dan menjadi sebuah budaya hidup yang menyatakan bahwa “ Jika Tidak Mewah Bukan Wakil Rakyat Namanya” seolah-olah itu adalah hasil dari kerja mereka, disini saya menyatakan dengan gamblang, Pak/Buk Wakil Rakyat tidak seharusnya demikian, Wakil Rakyat adalah Intensitas dari rakyat bukan malah sebaliknya, Kejadian yang terjadi di Malang saya rasa menjadi sebuah gambaran bahwa Wakil Rakyat bukan menjadi Intensitas rakyat tetapi menjadi duri dalam daging masyarakat itu sendiri.
Mengutip dari Detik.com Proses hukum dari 41 anggota DPRD Malang sedang diproses, secara bertahap status mereka sudah menjadi tersangka dan kemungkinan besar mungkin saja status mereka akan berubah menjadi terdakwa dan akhirnya menjadi terpidana. Dalam hal ini Masyarakat Malang sendiri secara jelas merasa malu dengan kondisi wakil rakyat mereka yang awalnya dipercayai sebagai tombak aspirasi mereka namun menjadi pisau bermata dua yang menyerang mereka sendiri, Dalam Detik.com dikemukakan juga bahwa rakyat malang merasa malu dengan kejadian tersebut, saya rasa wajar saja jika masyarakat Malang merasa malu dengan hal itu karena itu menyangkut mereka juga. Namun mungkin ada yang bilang “ lahhh, kok masyarakatnya yang malu, harusnya Wakil Rakyatnyalah, kan yang mencuri Wakil Rakyatnya bukan Rakyatnya” Saya rasa itu ada benarnya, tapi begini seperti yang dikatakan Mba Najwa Shihab “ Pemimpin adalah Cerminan dari Rakyatnya“ secara tidak langsung mungkin perkataan itu menuduh rakyat Malang bahwasanya rakyat malang sama seperti Wakil rakyatnya, Wetsssssssss nanti dulu, perkataan itu hanyalah sebuah kiasan bahwasanya ketika rakyat menginginkan Wakil Rakyat yang baik dan benar untuk mereka, hal pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas mereka sendiri. “ lahhhh makin aneh aja, kok malah rakyatnya yang harus diperbaiki, kan yang salah wakilnya“ wahhhhhh, jadi gini, penjelasan singkatnya adalah wakil rakyat itu berasal dari mana? Sudah sangat jelas Wakil Rakyat berasal dari rakyat itu sendiri, karena mereka sebelum menjadi Wakil Rakyat, mereka hanyalah rakyat biasa lalu mencalonkan diri menjadi Wakil Rakyat dan akhirnya terpilih. Jadi sudah sangat jelas hal pertama yang harus dilakukan yaitu memperbaiki Kualitas masyarakat yang ada, namun denga cara apa? Pemberian Pendidikan Moral dan Intelektual yang seimbang kepada masyarakat, Kenapa harus seimbang? Kalau gak seimbang nanti kejadian di Malang akan terulang lagi, Pendidikan yang diberikan bukan hanya mementingkan Pendidikan intelektual dan meremehkan Pendidikan moral yang ada, tetapi menyeimbangkan keduanya bahkan harus lebih mengutamakan Pendidikan moral, kira-kira apa Pendidikan moral yang ampuh? Sudah jelas Pendidikan Agama. Pendidikan Agama harus ditanamkan kepada masyarakat sejak usia dini, agar ketimpangan kepentingan antara kepentingan diri sendiri dan masyarakat dapat teratasi dikalangan elit wakil rakyat, karena memang benar bahwasanya kita saat ini bukan hanya mengalami krisis kepemimpinan namun lebih tepatnya krisis moral, yang mencabik-cabik Konsolidasi Kepemimpinan dari dalam.
Selain dari memperbaiki kualitas dari Masyarakat yang ada, proses penyeleksian ditahap pemilihan juga harus menjadi bahan utama, mengapa demikian? Kadang proses peningkatan kualitas masyarakat tidak 100% menghasilkan Calon yang memiliki Moral yang baik, Oleh karena itu Penyeleksian ditahap Pemilihan sangat krusial, karena menjadi tahap final untuk menghasilkan Wakil Rakyat yang benar-benar memiliki jiwa Public Serve. Oleh karena itu masyarakat harus menghindari perilaku menerima suap/sogokan yang berasal dari calon Wakil Rakyat serta melihat bagaimana Track Record dari calon Wakil Rakyat yang ada, dengan cara itu rakyat akan lebih bijaksana menentukan syapa diantara mereka yang akan menjadi sebuah tombak harapan yang memang benar-benar menjadi cerminan dari Wakil Rakyat yang mereka cita-citakan.
“ Rakyat Tidak Butuh Wakil Rakyat yang Pintar Beretorika tapi Rakyat Butuh Wakil Rakyat yang Pintar dan Beretika “
Angga Misbahuddin